PEMBELAJARAN YANG BERPIJAK PADA
TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Teori
belajar konstruktivisme mulai berkembang pada abad ke-19. Teori tersebut merupakan
suatu teori yang lebih mementingkan proses dari pada hasil. Proses pembelajaran
tidak hanya melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, tetapi lebih banyak
melibatkan proses berfikir. Menurut teori ini ilmu pengetahuan dibangun dalam
diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan
lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpisah-pisah tetapi melalui proses yang
berkesinambungan dan menyeluruh. Tekanan utama teori konstruktivisme
adalah lebih memberikan tempat kepada siswa/subjek didik dalam proses
pembelajaran dari kepada guru atau instruktur. Teori ini berpandangan bahwa
siswa yang berinteraksi dengan berbagai objek dan peristiwa sehingga mereka
memperoleh dan memahami pola-pola penanganan terhadap objek dan peristiwa
tersebut. Dengan demikian siswa sesungguhnya mampu membangun konseptualisasi
dan pemecahan masalah mereka sendiri. Oleh karena itu kemandirian dan kemampuan
berinisiatif dalam proses pembelajaran sangat didorong untuk dikembangkan.
Melihat konsep dasar tersebut,
pembelajaran saat ini setidaknya menggeser paradigma dari pembelajaran yang
berdasar kacamata guru menjadi pembelajaran yang berdasarkan kacamata siswa.
Artinya, saat ini bukan bagaimana guru mengajar, tetapi bagaimana agar siswa
dapat belajar. Pengertian belajar, menurut konstruktivisme, adalah perubahan
proses mengonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman nyata yang dialami
siswa sebagai hasil interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Pengetahuan yang
mereka peroleh sebagai hasil interpretasi pengalaman yang disusun dalam
pikirannya. Secara psikologis, tugas dan wewenang guru adalah mengetahui
karakteristik siswa, memotivasi belajar, menyajikan bahan ajar, memilih metode
belajar, dan mengatur kelas. Caranya? Biarkan mereka belajar sebagai proses
mengonstruksi pengetahuan dan guru sebagai fasilitator dalam menerapkan kondisi
yang kolaboratif. Siswa belajar dalam kelompok dan siswa tidak hanya belajar
dari dirinya sendiri, tetapi belajar pula dari orang lain.
B.
Rumusan
Masalah
1. Pengertian
Teori Belajar Konstruktivisme.
2. Ciri-ciri
Konstruktivisme.
3. Aplikasi
dan Implikasi dalam Pembelajaran.
4. Kelebihan
dan Kelemahan dalam Aplikasinya.
5. Perbedaan
antara Pembelajaran Tradisional dengan Pembelajaran Konstruktivisme.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
teori belajar konstruktivisme.
Teori
Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang
bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang
dipelajari. Menurut Tran Vui Konstruktivisme adalah suatu
filsafat belajar yang dibangun atas anggapan bahwa dengan memfreksikan
pengalaman-pengalaman sendiri, sedangkan teori Konstruktivisme
adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin
belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan
atau kebutuhannya tersebut denga bantuan fasilitasi orang lain. Dari keterangan
tersebut dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan keaktifan
terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau
teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
Konstruktivisme sebenarnya bukan
merupakan gagasan yang baru,
apa yang di lewati dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan
pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi
lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum
seperti:
a. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan
pengalaman yang sudah ada.
b. Dalam konteks pembelajaran, pelajar
seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
c.
Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses
saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
d.
Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan
informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
e.
Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini
berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten
atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
f.
Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai keterkaitan dengan pengalaman pelajar
untuk menarik minat pelajar.
Pandangan konstruktivisme tentang pendidikan sejalan
dengan pandangan Ki Hadjar yang menekankan pentingnya siswa menyadari alasan
dan tujuan ia belajar. Baginya perlu dihindari pendidikan yang hanya
menghasilkan orang yang sekadar menurut dan melakukan perintah. Ki Hadjar mengartikan mendidik sebagai “berdaya-upaya
dengan sengaja untuk memajukan hidup-tumbuhnya budi-pekerti (rasa-fikiran,
rokh) dan badan anak dengan jalan pengajaran, teladan dan pembiasaan...”
Menurutnya, jangan ada perintah dan paksaan dalam pendidikan. Pendidik adalah
orang yang mengajar, memberi teladan dan membiasakan anak didik untuk menjadi
manusia mandiri dan berperan dalam memajukan kehidupan masyarakatnya. Jika pun
ada ganjaran dan hukuman, maka “ganjaran dan hukuman itu harus datang sendiri
sebagai hasil atau buahnya segala pekerjaan dan keadaan.” Ini mengingatkan pada
teori perkembangan dari tokoh psikologi kognitif, Jean Piaget (1954), bahwa
anak mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui pengalaman bertemu dengan
objek-objek di lingkungan. Merujuk Piaget, anak adalah pembelajar yang pada
dirinya sudah memiliki motivasi untuk mengetahui dan akan memahami sendiri
konsekuensi dari tindakan-tindakannya. Teori Piaget juga merupakan salah satu
dasar dari konstruktivisme. Ini menunjukkan adanya kesesuaian antara pemikiran Ki
Hadjar dan konstruktivisme.
2. Ciri-ciri Konstruktivisme.
a. Pengetahuan dibangun oleh siswa
sendiri.
b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan
dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
c. Murid aktif megkontruksi secara
terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah
d. Guru sekedar membantu menyediakan
saran dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar.
e. Struktur pembalajaran seputar konsep
utama pentingnya sebuah pertanyaan.
Selain itu yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya
semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa tetapi siswa harus membangun
pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini
dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan
sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar
menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru
dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan
dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, tetapi
harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang memanjatnya.
2. Aplikasi dan Implikasi dalam Pembelajaran.
Teori konstruktivisme membawa
implikasi dalam pembelajaran yang harus bersifat kolektif dan kelompok. Proses
sosial masing-masing siswa harus bisa diwujudkan. Asri Budiningsih dalam buku Pembelajaran Moral menyatakan bahwa
keberhasilan belajar sangat ditentukan oleh peran sosial yang ada dalam diri
siswa.
Asri Budiningsih selanjutnya
menjelaskan bahwa ada dua jenis proses adaptasi yaitu adaptasi yang bersifat autoplastis, yaitu proses penyesuaian
diri dengan cara mengubah diri sesuai dengan suasana lingkungan. Dan adaptasi aloplastis yaitu adaptasi dengan cara
mengubah situasi lingkungan sesuai dengan keinginan dirinya sendiri.
Berikut ini penerapan dan implikasi
kontruktivisme dalam pembelajaran:
a.
Setiap
guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas dengan
jelas-jelasnya namun masih ada sebagian siswa yang belum mengerti ataupun tidak
mengerti materi yang diajarkan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa seorang
guru dapat mengajar suatu materi kepada sisiwa dengan baik, namun seluruh atau
sebagian siswanya tidak belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam
mengajar tidak harus diikuti dengan hasil yang baik pada siswanya. Karena,
hanya dengan usaha yangkeras para sisiwa sedirilah para siswa akan betul-betul
memahami suatu materi yang diajarkan.
b.
Tugas
setiap guru dalam memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan materi yang
dibangun atau dikonstruksi para siswa sendirisan bukan ditanamkan oleh guru.
Para siswa harus dapat secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi
pengalaman baru kedalam kerangka kognitifnya
c.
Untuk
mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental yang digunakan
para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang dikembangkandan yang
dibuat para sisiwa untuk mendukung model-model itu.
d.
Siswa
perlu mengkonstruksi pemahaman yang mereka sendiri untuk masing-masing konsep
materi sehingga guru dalam mengajar bukannya “menguliahi”, menerangkan atau
upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan pada siswa tetapi menciptakan
situasi bagi siswa yang membantu perkembangan mereka membuat konstruksi-konstruksi
mental yang diperlukan.
e.
Kurikulum
dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan
pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.
f.
Latihan
memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan
menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
g.
Peserta
didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai
dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan teman yang
membuat situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri
peserta didik.
3.
Kelebihan dan Kelemahan dalam Aplikasinya.
a.
Kelebihan
Faham karena murid terlibat secara
langsung dalam membina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan dapat mengaplikasikannya dalam semua situasi.
Selain itu murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih
lama semua konsep.
Kemahiran sosial diperoleh apabila berinteraksi
dengan rekan dan guru dalam membina pengetahuan baru. Adanya motivasi untuk
siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri. Mengembangkan
kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya. Membantu
siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap. Mengembangkan
kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. Lebih menekankan pada
proses belajar bagaimana belajar itu.
b.
Kelemahan
Siswa mengkonstruksi pengetahuannya
sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil
konstruksi sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan sehingga menyebabkan
miskonsepsi. Dan selain itu konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun
pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap
siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda.
Meskipun guru hanya menjadi
pemotivasi dan memediasi jalannya proses belajar, tetapi guru disamping
memiliki kompetensi dibidang itu harus memiliki perilaku yang elegan dan arif
sebagai spirit bagi anak sehingga dibutuhkan pengajaran yang sesungguhnya
mengapresiasi nilai-nilai kemanusiaan.
5.
Perbedaan antara Pembelajaran
Tradisional dengan Pembelajaran Konstruktivisme.
Pembelajaran
Tradisional
|
Pembelajaran
Konstruktivisme
|
1. Penyajian kurikulum menggunakan
pendekatan induktif (disajikan dari bagian-bagian menuju keseluruhan).
|
1. Penyajian kurikulum menggunakan
pendekatan deduktif (disajikan mulai dari keseluruhan menuju ke
bagian-bagian)
|
2. Pembelajaran berjalan secara
rutinitas, formalistik, dan kaku. Lebih didasarkan pada kurikulum yang
bersifat formalistik.
|
2. Pembelajaran didesain dalam
suasana yang memberikan kebebasan siswa untuk mengekspresikan ide atau
gagasannya.
|
3. Kegiatan kurikuler lebih banyak
berorientasi pada buku pegangan / teks yang dimiliki guru / sekolah.
Akibatnya pembelajaran tidak didasarkan atas materi atau tujuan dalam
kurikulum tetapi kepada urutan buku panduan.
|
3. Kegiatan kurikuler lebih banyak
dikaitkan dengan realitas dalam kehidupan masyarakat. Kegiatan kurikuler atau
pembelajaran cenderung menggunakan model pembelajaran kooperatif.
|
4. Peserta didik yang belajar lebih
dipandang sebagai objek yang tidak memiliki pengetahuan apa-apa (botol
kosong). Asumsi ini akhirnya melahirkan pembelajaran hanya sekedar
menyampaikan materi kepada siswa. Aspek pemahaman mudah dinafikan oleh guru.
|
4. Peserta didik dipahami sebagai
individu yang memiliki potensi untuk mengembangkan materi pelajaran.
|
5. Penilaian atau tes hasil belajar
dipandang sebagai bagian dari proses yang tidak terpisahkan dari pembelajaran
dan seringkali dilakukan pada akhir pelajaran dengan cara testing.
|
5. Penilaian atau tes hasil belajar
dilakukan secara progresif dan melalui penilaian karya siswa. Dalam konteks
sekarang biasa disebut test portofolio.
|
6. Pembelajaran hanya memiliki target
menghabiskan materi pelajaran, kurang memperhatikan kualitas pemahaman siswa
terhadap materi yang disampaikan.
|
6. Pembelajaran lebih didasarkan pada
proses, sehingga siswa-siswa banyak belajar dan bekerja di dalam lingkaran
kelompok (kolektif).
|
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Konstruktivisme
merupakan ide bahwa para siswa mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi
dengan obyek, fenomena, pengalaman, dan lingkungannya. Pengetahuan siswa tidak
dapat ditransfer dari gurunya, tapi mereka harus menginterpretasikannya. Karena
pengetahuan merupakan proses yang berkembang secara kontinu. Suasana seperti
konflik yang membuat siswa dipaksa berpikir lebih mendalam dan situasi yang
membuat para siswa menjelaskan lebih rinci akan mengembangkan pengetahuan siswa
itu sendiri. Dalam proses pembelajaran, siswa dapat menambah, mengurangi,
mengganti pengetahuan yang lama menjadi pengetahuan yang baru yang lebih luas
dan lebih berkembang. Karena proses pembelajaran akan lebih bermakna jika
dilakukan secara pribadi dan sosial, maka dukungan lingkungan sangat diperlukan
bagi para siswa seperti adanya belajar kelompok, guru yang kreatif, fasilitas
eksperimen yang tersedia, dan kondisi keluarga dan masyarakat yang mendukung
pemahaman dan pembentukan sikap mereka. Guru bertugas sebagai mitra para siswa
yang aktif bertanya untuk merangsang pemikiran mereka, menciptakan persoalan,
memberi waktu kepada siswa untuk mengungkapkan berbagai gagasannya, namun tetap
kritis, dan fleksibel.
DAFTAR PUSTAKA
Dalyono.
2009. Psikologi pendidikan. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
Sanjaya, W. 2007. Strategi
Pembelajaran, Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Suparno,
Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme
dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Uno, Hamzah. 2010. Orientasi Baru dalam Psokologi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Winataputra,
Udin S. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar